Example floating
Example floating
NasionalTanjungpinang

Pentingnya Pers Lakukan Konfirmasi Ulang Press Rilis

900
×

Pentingnya Pers Lakukan Konfirmasi Ulang Press Rilis

Sebarkan artikel ini
Dewan Pers mengadakan 'Pelatihan Peningkatan Kapasitas Media' yang digelar di Hotel Aston Batu 12 Tanjungpinang, Jumat (28/7/2023)./Fan

TANJUNGPINANG, SuaraKepri.com – Layak kah press rilis disebut berita atau produk jurnalis? Lalu, apa yang harus dilakukan perusahaan pers agar layak diterbitkan?

Berdasarkan penjelasan dari Winarto selaku Tenaga Ahli Dewan Pers, press rilis merupakan sumber informasi dan belum bisa disebut sebagai satu berita yang utuh.

Press rilis sebaiknya dikonfirmasi ulang untuk melengkapi data tersebut. Namun, kata dia, tidak semua juga press rilis harus dikonfirmasi ulang apalagi jika kegiatannya hanya seremonial atau kegiatan sederhana.

“Jika memang mau menaikkan press rilis, harus diedit lagi, diubah dan konfirmasi ulang. Karena press rilis itu sifatnya sumber informasi,” ujar Winarto saat menjadi narasumber pada kegiatan ‘Pelatihan Peningkatan Kapasitas Media’ yang digelar di Hotel Aston Batu 12 Tanjungpinang, Jumat (28/7/2023) dengan topik: “Press Release dan Media Sosial Sebagai Sumber Berita”.

Kemudian, ada juga pengecualian jika press rilis tersebut merupakan kerja sama dengan perusahaan pers dan tidak tidak bisa diubah/diedit. Namun harus disertakan dengan kode ADV atau ADVETORIAL.

Perusahaan pers, kata dia, tidak dilarang memuat press rilis. Namun sebaiknya buat berita produk sendiri dengan porsi yang lebih banyak sekaligus menjaga kredibilitas media itu sendiri.

Lalu, kenapa Dewan Pers menjadi press rilis ini menjadi salah satu topik yang dibahas saat pelatihan itu? Hal itu dikarenakan saat melakukan pendataan perusahaan pers, Dewan Pers menemukan fakta banyak media pers yang sebagian besar konten beritanya meng-copy-paste siaran pers (Press Rilis) dari berbagai institusi baik pemerintah maupun swasta.

Saat itu Winarto juga mengatakan agar perusahaan pers berhati-hati sebelum menerbitkan berita. Jangan pernah melupakan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) seperti yang dimuat di Undang-Undang (UU) Pers No.40 Tahun 19999 tentang Pers.

Di dalam UU itu sendiri sudah jelas disebutkan agar menerbitkan berita yang berimbang, tidak mencampurkan opini dengan fakta dan tidak boleh menyimpulkan karena itu bukan tugas wartawan.

Jika hendak menerbitkan berita yang ‘Hot News”, maka tetap usahakan mengkonfirmasi pihak yang terkait atau menuliskan fakta di lapangan serta tuliskan juga di berita paling bawah upaya apa saja yang telah kita lakukan sebelum menerbitkan berita itu.

“Misalnya, ada satu kejadian dan kita menghubungi pihak yang berwenang dan belum dijawab, tuliskan juga bahwa kita sudah berusaha melakukan konfirmasi dan belum dijawab. Jadi pembaca tahu jika kita sudah bekerja profesional,” jelasnya.

Mawardi memberi satu contoh, jika terjadi ledakan di satu lokasi dan wartawan sudah berada di lapangan, maka berita yang akan diterbitkan harus seputar fakta di lapangan soal ledakan itu.

Berita tidak bisa membuat opini atau menyimpulkan siapa pelaku peledakan bom tersebut. Sebab, itu merupakan wewenang aparat dan tugas media massa hanya menuliskan apa yang mereka sampaikan.

Contoh kedua, apabila si wartawan melihat truk tabrakan dengan mobil penumpang, maka yang bisa dituliskan adalah fakta seputar kejadian tersebut. Tidak bisa menuliskan bahwa kecelakaan tersebut akibat si sopir mabuk.

“Kalau pun sopirnya mabuk, maka yang mengatakan dia mabuk haruslah polisi. Barulah bisa kita tuliskan, menurut Kasatlantas keadaan sopir truk tersebut sedang mabuk saat mengemudi. Tugas kita mencari dan mengumpulkan data untuk dituliskan. Jangan beropini saat menulis berita,” bebernya.

Terkait konfirmasi, ini sangat penting. Sebab, jangan sampai ada yang dirugikan karena pemberitaan kita. Ujung-ujungnya akan bermasalah. Bisa diadukan ke polisi atau ke Dewan Pers.

Data Dewan Pers menunjukkan kecenderungan meningkatnya jumlah pengaduan masyarakat ke Dewan Pers terkait pemberitaan.

  • Tahun 2021 sebanyak 621 kasus
  • Tahun 2022 sebanyak 691 kasus
  • Januari-Juni 2023 sebanyak 437 kasus

Kebanyakan kasus pengaduan ini karena tidak ada konfirmasi. Jumlahnya sekitar 90 persen. Tidak melakukan uji informasi atau verifikasi fakta, berita berdasarkan sumber yang tidak kredibel, beritanya pun tidak berimbang, tidak akurat dan beropini menghakimi.

Terkait hak jawab, itu kewajiban perusahaan pers untuk menerbitkan semua keterangan seperti yang diminta narasumber yang mengadu.

Namun, Dewan Pers juga pernah menerima pengaduan dari masyarakat karena yang bersangkutan tidak menemukan kantor media yang menulisnya. Sehingga terpaksa mengadu ke dewan pers.

Salah satu kegunaan pendataan perusahaan pers dan verifikasi adalah untuk memastikan bahwa media tersebut memiliki alamat kantor yang real. Sehingga yang merasa dirugikan atas pemberitaan media itu bisa mendatangi kantor tersebut untuk menyelesaikan persoalan yang timbul.

Bahkan, kata dia, ada juga masyarakat yang memberikan hak jawabnya ke media lain. Padahal, bukan media itu yang memberitakannya. Hal itu dikarenakan alamatnya tidak jelas atau tidak percaya sama sekali dengan media tersebut.

Dewan Pers menggelar pelatihan tersebut dikuti puluhan pimpinan media massa, Pemred, wartawan dan redaktur. Diharapkan pengaduan-pengaduan seperti itu tidak ada di Kepri. (Martunas)

Comment