Lingga, SuaraKepri.com — Di tengah masih terbatasnya rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) di sejumlah daerah di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Kabupaten Lingga justru tampil paling progresif. Dari tujuh kabupaten/kota yang ada di Kepri, Lingga menjadi daerah dengan jumlah penerimaan P3K terbanyak: mencapai 1.158 orang pada formasi tahun 2024, yang resmi dilantik pada Selasa (28/05/2025).
Langkah tersebut menunjukkan komitmen nyata Pemerintah Kabupaten Lingga dalam memberikan kepastian status bagi tenaga honorer yang telah lama mengabdi. Pelantikan dilakukan melalui upacara resmi yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah (Setda) Kabupaten Lingga, H. Armia, S.Pd, M.IP, di halaman kantor bupati. Momen ini menandai transformasi besar dalam sistem kepegawaian dan penguatan pelayanan publik di wilayah kepulauan tersebut.
“Dari data kami, Kabupaten Lingga menjadi daerah dengan formasi P3K terbanyak di Kepri tahun ini. Ini menunjukkan betapa seriusnya komitmen Pemkab Lingga dalam menyelesaikan persoalan tenaga honorer yang bertahun-tahun menggantung statusnya,” ujar Kepala BKPSDM Lingga, Rudi Santosa, usai pelantikan.
Menurut Setda H. Armia, pelantikan ini adalah momentum bersejarah. Ia menyebut banyak di antara pegawai yang baru dilantik telah mengabdi selama belasan tahun sebagai tenaga honorer, tenaga harian lepas (THL), atau pegawai tidak tetap (PTT) tanpa kejelasan nasib.
“Ada yang sudah mulai mengabdi sejak 2005. Belasan tahun bekerja tanpa status formal. Hari ini, mereka akhirnya mendapatkan pengakuan resmi dari negara. Ini adalah kemenangan atas kesabaran dan dedikasi,” kata Armia dalam sambutannya.
Ia menambahkan, formasi P3K yang diserap tahun ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan birokrasi, tetapi lebih dari itu: merupakan penghargaan terhadap loyalitas dan integritas para pegawai honorer yang telah menjadi bagian penting dalam roda pemerintahan daerah.
Setelah pelantikan, seluruh P3K langsung diarahkan untuk menempati satuan kerja masing-masing. Penempatan dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan mendesak di berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Unit Pelaksana Teknis (UPT), terutama di sektor pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik tingkat kecamatan.
Menurut Rudi Santosa, pemerataan penempatan menjadi kunci agar kehadiran P3K berdampak langsung ke masyarakat. Ia menyebut bahwa sektor pendidikan mendapatkan alokasi terbesar, disusul oleh kesehatan dan tenaga teknis.
“Kita mengisi kekosongan di banyak sekolah dan puskesmas. Banyak desa yang sebelumnya hanya memiliki satu guru atau tidak ada tenaga kesehatan tetap, kini mulai terisi,” jelasnya.
Dalam pernyataan terpisah, Bupati Lingga Muhammad Nizar memberikan arahan khusus kepada seluruh P3K yang baru dilantik. Ia menegaskan bahwa perubahan status dari tenaga honorer menjadi pegawai dengan perjanjian kerja bukan sekadar administratif, tetapi membawa konsekuensi tanggung jawab yang jauh lebih besar.
“Jangan hanya merasa senang karena status berubah. Tugas kita justru makin berat. Ini adalah amanah yang harus dijaga dengan kerja yang profesional, penuh etika, dan kedisiplinan tinggi,” tegas Bupati.
Ia mengingatkan bahwa pemerintah akan tegas dalam menegakkan disiplin. Setiap pelanggaran terhadap etika kerja bisa berujung pada tindakan administratif, termasuk pemutusan hubungan kerja.
“Jangan sampai apa yang sudah diperjuangkan belasan tahun hilang hanya karena lalai dalam menjalankan tugas. Ini momen pembuktian bahwa kita memang layak diberi kepercayaan,” ujarnya.
Langkah Kabupaten Lingga mengangkat P3K dalam jumlah besar juga dianggap sebagai bentuk keberpihakan kepada kelompok pekerja sektor informal dalam birokrasi, yakni para honorer yang selama ini berada di pinggiran sistem ASN.
Imam Santoso, salah seorang pegawai yang ikut dilantik, menyampaikan bahwa pelantikan ini adalah titik balik dalam hidupnya. Ia telah mengabdi sebagai tenaga teknis sejak 2010 di salah satu UPT di wilayah Senayang.
“Saya sempat putus asa. Tahun demi tahun hanya status honorer. Sekarang akhirnya saya bisa mengatakan kepada keluarga bahwa saya resmi jadi pegawai pemerintah,” ungkapnya haru.
Cerita serupa juga datang dari Siti Zahra, guru di daerah hinterland Pulau Posek, yang merasa akhirnya pengabdiannya selama ini tidak sia-sia.
“Dulu kami hanya digaji seadanya. Bahkan sering telat. Tapi kami tetap mengajar. Hari ini, kami merasa dihargai,” katanya.
Ketika Kabupaten Lingga berhasil menyerap ribuan tenaga P3K, sejumlah daerah lain di Kepri justru belum menunjukkan langkah serupa. Beberapa bahkan belum melakukan pengangkatan P3K sama sekali dengan alasan keterbatasan anggaran atau minimnya formasi dari pusat.
Hal ini menimbulkan ketimpangan di tingkat provinsi. Pemerhati kebijakan publik Kepri, Yanuar Arsyad, menyebut langkah Lingga sebagai “teladan berani” di tengah keraguan sejumlah daerah lain.
“Lingga menunjukkan bahwa kemauan politik dan perencanaan anggaran yang baik bisa membuka jalan penyelesaian masalah honorer. Ini langkah revolusioner, dan harus diapresiasi,” kata Yanuar.
Ia menyarankan agar daerah lain tidak menjadikan keterbatasan anggaran sebagai alasan stagnasi, tetapi melakukan inovasi pengelolaan keuangan daerah agar kebutuhan SDM bisa diutamakan.
Pelantikan P3K ini tidak berdiri sendiri. Pemkab Lingga juga menyiapkan serangkaian program pembinaan pascapelantikan, mulai dari pelatihan dasar ASN, peningkatan literasi digital, hingga pembekalan etika pelayanan publik.
Menurut Setda Armia, semua itu dilakukan agar pegawai tidak hanya mengandalkan status, tetapi juga mengembangkan kapasitas diri seiring dengan tanggung jawab yang diemban.
“Kita ingin membentuk SDM yang adaptif dan siap menghadapi tantangan zaman. Profesionalisme harus jadi budaya baru dalam birokrasi kita,” pungkasnya.
Langkah Kabupaten Lingga yang paling progresif dalam menyerap P3K di antara kabupaten/kota lain di Kepri menunjukkan bahwa penyelesaian masalah tenaga honorer bukanlah mustahil. Dibutuhkan kemauan politik, ketegasan visi, dan keberpihakan nyata terhadap para pengabdi yang selama ini berada di luar sistem formal.
Pelantikan 1.158 P3K bukan hanya perubahan status, tetapi simbol dari komitmen daerah untuk membangun birokrasi yang kuat, responsif, dan berkeadilan. Kini, bola ada di tangan para pegawai baru tersebut: membuktikan bahwa mereka layak atas kepercayaan yang diberikan. (Adv)
Penulis : Febrian S.r
Comment