Promo FBS
FBS Reliable Broker
Bintan

Mbah Boniran Terperangkap di Tanah Sendiri: Jalan Ditutup, Anak dan Cucu Berkebutuhan Khusus Terancam Kelaparan

2205
×

Mbah Boniran Terperangkap di Tanah Sendiri: Jalan Ditutup, Anak dan Cucu Berkebutuhan Khusus Terancam Kelaparan

Sebarkan artikel ini
Kondisi akses jalan yang ditutup di Purwosari, Bintan. Kamis (27/02). /F: Thafan Casper

Bintan, suarakepri.com – Mbah Boniran (78) kini terjebak dalam penderitaan yang tak berujung. Seorang diri, dengan tubuh renta, ia harus berjuang mencari nafkah demi anak dan cucunya yang berkebutuhan khusus. Namun, sejak lebih dari enam bulan lalu, akses jalan ke lahannya ditutup sepihak oleh Asui, yang mengklaim tanah tersebut sebagai miliknya. Kamis (27/02).

Setiap hari, dengan langkah tertatih, Mbah Boniran mencoba bertahan. Hasil panennya tak bisa dijual maksimal karena tak ada jalan keluar. Uang semakin menipis, sementara anak dan cucunya yang bergantung padanya masih harus makan. Di rumah sederhananya, ia hanya bisa termenung, memikirkan bagaimana esok hari bisa bertahan.

“Saya sudah tua, badan saya sudah tidak kuat. Tapi kalau saya berhenti bekerja, anak dan cucu saya mau makan apa?” lirihnya sambil menyeka air mata.

Mbah Boniran bukan hanya kehilangan akses jalan, tapi juga kehilangan harapan. Di usianya yang seharusnya bisa menikmati sisa hidup dengan tenang, ia justru terjebak dalam konflik yang tak kunjung selesai.

Persoalan ini sebenarnya telah dibawa ke tingkat kelurahan untuk dimediasi, namun hingga kini tak ada kejelasan. Muhammad Saddiq dari organisasi GRIB Jaya menegaskan bahwa hasil penelusuran menunjukkan adanya jalan setapak di lahan tersebut yang seharusnya menjadi akses umum.

“Kami melihat ini bukan hanya masalah tanah, tapi masalah kemanusiaan. Ada seorang lansia yang terpaksa berjuang seorang diri, ada anak dan cucu yang bergantung padanya. Jika tidak ada solusi, kami siap membawa ini ke jalur hukum,” tegas Saddiq.

Sementara itu, Tafan Juristian Putra, relawan dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kepulauan Riau, menyoroti aspek kemanusiaan dalam kasus ini.

“Mbah Boniran adalah potret ketidakadilan yang nyata. Seorang lansia yang seharusnya mendapatkan perhatian dan perlindungan, justru dibiarkan menderita. Lebih dari sekadar sengketa tanah, ini tentang hak hidup seorang kakek yang harus menanggung beban yang terlalu berat di usianya. Jika tak segera ditangani, bukan hanya dia yang sengsara, tapi juga anak dan cucunya yang berkebutuhan khusus,” ujarnya dengan nada prihatin.

Di tengah kondisi yang semakin sulit, Mbah Boniran hanya bisa berharap ada pihak yang peduli. Ia tak meminta lebih, hanya ingin mendapatkan kembali haknya, agar bisa terus bekerja demi anak dan cucunya.

“Dalam persoalan ini, pemerintah setempat harus segera turun tangan. Terlepas dari sengketa lahan, ini adalah masalah kemanusiaan yang tak bisa diabaikan. Mbah Boniran, di usianya yang senja, terjebak dalam penderitaan tanpa kepastian, sementara anak dan cucunya yang berkebutuhan khusus semakin terancam. Pemerintah dan pihak terkait harus mengedepankan sisi kemanusiaan dan mencari solusi secepatnya, sebelum harapan terakhir Mbah Boniran benar-benar sirna,” tutupnya.

Penulis: ZNY

Comment